Graduation Horror.

Alhamdulillah, setelah melewati 24 bulan di meja dan bangku kuliah, akhirnya lulus dan wisuda juga. Pfyuuhh, L E G A. Gak kebayang 2 tahun lalu waktu daftar bisa lulus dengan cepat. Namun dengan tekad, dan juga keinginan biar-gak-bayar-UKT-lagi-karena-UKTnya-mahal-dan-harus-bayar-sendiri maka terselesaikanlah kuliah saya yg kedua ini dengan tepat waktu, qeqe.

Proses Wisuda oleh Pak Dekan yg juga jadi penguji Ujian-ku (capture video hape jadi hasilnya seadanya)

Karena masalah anxiety atau kecemasan, maka masalah berikutnya buat saya itu adalah saat kelulusan resminya a.k.a Wisuda. Mengapa begitu? Karena sudah pernah mengalami wisuda sarjana dan cukup horor waktu itu, makanya saya cukup “takut” untuk mengulangnya.

Talking ’bout anxiety or cemas berlebih, it still amazed me that I could graduate with anxiety beserta kawan2nya. Alhamdulillah, almost all my classes (up to 95%) were online. Dan bonusnya lagi, 3 Ujian Terakhir (Proposal-Hasil-Tesis), semuanya daring aka online.

Kembali ke soal Wisuda. Sebenarnya rencana semula mau diwakilkan saja. Sudah ga kebayang kalau musti duduk di dalam ruangan selama beberapa jam, sangat tidak betah dan tidak nyaman.

Lalu minggu menjelang Wisuda pun datang, para calon wisudawan diharuskan mengikuti gladi. Saya pun datang juga, ingin mengetahui sekuat apa saya di acara itu. Ternyata bisa, walau memang beberapa hal bikin tidak nyaman dalam waktu yang tidak pendek.

Pagi Hari H Wisuda tiba, saya datang lewat sejam dari yang diminta panitia. Karena telat inilah, saya bisa masuk dan memilih tempat duduk yang saya rasa nyaman untuk duduk lama dan bukan tempat yang seharusnya. Nyempil sendiri dekat wisudawan fakultas lain, wkwk.

Ujian lain adalah saat dipanggil ke panggung buat pengesahan wisudawan. Momen berbaris dan naik ke atas panggung adalah menantang bagi saya, cemas mulai menyerang lagi. Alhamdulillah, karena sudah ada modal latihan saat gladi, saya sukses melewatinya. Sambil tersenyum kepada Bapak Dekan-yang juga jadi penguji Tesis saya-yang mengesahkan wisudawan dari Fakultas, saya akhirnya juga disahkan sebagai wisudawan sekaligus alumni. ALHAMDULILLAH YA ALLAH.

Proses wisuda yang dimulai sebelum jam 08 pagi itu selesai di sekitar jam 11, sebelum waktu Dhuhur. Setelah berfoto dengan beberapa teman, saya pun pulang ke rumah.

Akhirnya cerita yang dimulai akhir Juli 2021 itu menemukan garis finishnya.

My Graduation Photo (taken by my nephew)

Gen Z.

“Ini! ” seorang mahasiswi yang berdiri di depan kotak loket Akademik yang mungil sambil menyerahkan surat berkasnya dengan nada yang kurang sopan. Ibu pegawai Akademik Fakultas pun tak segan menegurnya. “Aduh Adek, yang sopan dong. Salam dulu kek, basa-basi,” ujarnya sambil tetap menerima dan membaca surat sang mahasiswi (disclaimer: due my poor my memory, her dialogue was paraphrased by me).

Saya yang menyaksikan peristiwa itu hanya bisa tertawa. Another example of Gen Z, generasi yang dianggap kurang punya sopan santun dan tata krama. Karena memang saya beda generasi dengan mereka, jadi saya cukup maklum dan cukup tahu dengan hal-hal seperti ini.

Basa-basi, tata krama, dan sopan santun sebenarnya adalah budaya kita, bangsa Indonesia. Dan ini biasanya diwariskan, diajarkan serta dicontohkan dari generasi ke generasi. Namun sepertinya untuk generasi yang paling akhir ini ada proses yang terputus dalam menurunkan nilai-nilai ini. Entah salah di generasi sebelumnya atau emang Generasi Z yang punya masalah dalam menerima, menyerap, dan menginterpretasikan nilai-nilai tersebut.

And Time Flies.

Kenapa sih sekarang kita ngerasa waktu cepet banget berlalu??

Ini ada beberapa jawabannya. Nah, kalo sekarang saya mau ngasih jawaban berdasarkan drama. Dikutip dari “Brush Up Life”, dorama tahun 2023 yang baru tamat di Jepang sana, ini terjadh berkaitan dengan umur kamu. Waktu 1 tahun saat kamu masih kecil dengan sudah dewasa memang akan terasa beda. Di saat kamu berusia 8 tahun, 1 tahun itu adalah 1/8 usia kamu atau 1.25 yang artinya itu besar sekali rasionya dibandingkan keseluruhan usiamu. Nah, kalo kamu usianya 30 tahun, setahun itu hanya 1/30 nya atau 0.03 yang nampaknya kecil banget hampir ndak berarti.

Image from livescience.com

Ujian Satu.

Akhirnya, satu tahap terlampaui, alhamdulilah. Padahal saya sudah sangat-sangat pesimis. Tapi dengan ijin Allah, semuanya bisa saya lalui dan ujiannya berjalan lancar. Sekarang siap-siap buat ke tahap berikutnya. Semangat!!!

#unilife #sekolahlagi

Jasa Pembuatan Tesis

Sore kemarin seorang teman menghubungi via WA. Awalnya dia berbasa-basi. Setelah beberapa saat, masuk ke tujuan utamanya. Dia bertanya apa saya punya kenalan yang bisa membuatkan tesis.

Reaksi saya pertama kaget, ndak nyangka bakal ditanya hal itu. Kaget awalnya, tapi lama-lama ndak terlalu terkejut.

Hmm, how would I make it in a sentence. Bagaimana menjabarkannya, ya?? Sebenarnya sudah jadi rahasia publik kalo jasa pembuatan skripsi, tesis, atau tugas itu ada dan banyak. Di media sosial bahkan iklannya banyak. Jasa-jasa ini bisa ada karena pengguna dan peminatnya juga ada bahkan banyak, Ada permintaan, maka pasarnya pasti ada.

Banyak faktor yang mendorong orang untuk memanfaatkan jasa ini. Mungkin karena memang tidak mampu, atau tidak mau, malas, atau juga karena sibuk.

Kembali ke teman saya lagi. Setelah pertanyaannya itu, saya hanya menjawab dengan emotikon dan tanda tanya dobel. Kemudian percakapan kami pun berhenti.

Soal pembuatan tesis, karena saya juga akan masuk ke tahap itu, saya beranggapan kalau memang tahap itu akan sangat sulit. Tapi, menurut saya lagi, sulitnya kalau tidak dimulai dan ditekuni. Segala sesuatu kalau tidak dimulai tidak akan bisa selesai. Setelah dimulai, juga harus ditekuni biar cepat selesai dan mendapatkan hasil yang baik.

Mengenai pemanfaatan pihak ketiga dalam pembuatannya, saya pikir masih bisa dibenarkan asalkan persentasenya tidak lebih besar dari yang empunya tesis. Tapi kalau 100% atau sama sekali bukan hasil karyanya, itu sudah termasuk penipuan dalam dunia akademik.